Langsung ke konten utama

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram)

Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.
            
Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.
            
Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri mereka sendiri.
            
Bagaimanapun, banyak orang yang telah melihat bahwa keheningan di dalam diri sendiri merupakan pusat dari keheningan di alam semesta ini. Oleh sebab itu, perubahan apa pun yang terjadi di sekelilingnya tidak membuat mereka ini terombang-ambing pikiran dan perasaannya, serta dapat melakukan hal yang paling penting untuk terjadinya perubahan yang baik untuk kehidupannya dan dunia di sekelilingnya.
            
Keheningan diri tentu saja hanya dapat dicapai melalui pengenalan terhadap diri sendiri. Banyak jalan yang diajarkan oleh para filsuf, psikolog, ataupun para spiritualis, untuk dapat mengenal diri sendiri. Salah satunya adalah ajaran dari Ki Ageng Suryomentaram (KAS) yang dituliskan ataupun disebarkannya melalui sarasehan pada zamannya.
            
Seperti yang pernah tersaji dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, ajaran KAS merupakan hasil perjalanan pribadi beliau dari kondisi tidak bahagia dalam kehidupan di Istana Keraton Yogyakarta menembus keadaan bahagia langgeng (abadi) dalam kehidupan lumrah sebagai rakyat jelata.
Mengenai pengenalan diri pribadi (pangawikan pribadi) berikut ini untuk Anda, disajikan tulisan yang merupakan terjemahan dari tulisan berbahasa Jawa dari Ki Prawira-wiwara, salah seorang yang setia menyebarkan ajaran hidup bahagia dari Ki Ageng Suryomentaram.
            
Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan bagian-bagian dari pengetahuan ini. Namun, apa yang disampaikan ini adalah semacam rangkuman dari beberapa pengetahuan yang diajarkan oleh KAS dalam rangka pangawikan pribadi atau mengetahui diri sendiri. Sebagai rangkuman, hal ini mungkin dapat memberikan gambaran agak utuh perihal pangawikan pribadi yang diharapkan dapat membawa kita pada kebahagiaan langgeng dalam situasi yang berubah seperti apapun.
            
Ki Prawirawiwara menekankan, bahwa dalam upaya mengetahui diri sendiri tidak perlu saling mencocokkan dengan orang lain. Yang paling perlu adalah mencocokkan dengan diri pribadi. Bila diperlukan saksi dalam pangawikan pribadi, cukup dengan beberapa orang saja.

BAHAGIA DAN SUSAH

Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian.

Jika orang berhasil memperoleh apa yang dicari-cari atau diburunya, tidak lantas membuat orang tersebut bahagia. Kalau toh ia merasakan kebahagiaan, rasa itu biasanya hanya berlangsung sebentar dan selanjutnya ia akan kembali merasakan susah. Sebaliknya, bila hal yang tidak diinginkan, ditolak, atau disingkiri itu terjadi pada dirinya, apa yang terjadi itu tidak lantas membuat orang tersebut menjadi susah. Kalau toh ia merasakan susah, rasa itu biasanya hanya berlangsung sebentar dan selanjutnya ia akan kembali merasakan bahagia.

Kebanyakan orang, ketika memiliki keinginan (karep), memiliki pendapat bahwa bila keinginan mereka terpenuhi, ia akan merasa sangat bahagia atau bahagia selamanya. Sebaliknya, ketika keinginan mereka tidak terpenuhi, ia akan merasa sangat celaka atau susah selamanya.

Padahal, tidak demikian adanya. Sudah banyak keinginan orang yang terpenuhi, ia tetap merasa tidak bahagia, ia hanya bahagia sebentar, kemudian susah lagi. Sebaliknya, sudah banyak keinginan orang yang tidak terpenuhi, ia merasa celaka, tetapi hanya celaka sebentar, kemudian bahagia lagi. Jadi, selama orang menjalani hidup ini, tidak ada rasa bahagia tanpa rasa susah dan tidak ada rasa susah tanpa rasa bahagia.

SIFATNYA TIDAK MENETAP

Bahagia dan susah itu tidak menetap (ajek). Seseorang merasa bahagia karena keinginannya tercapai. Padahal, setiap keinginan tercapai, keinginan itu akan mulur (berkembang) meminta yang lebih atau meningkat. Bila keinginan mulur tadi tercapai, keinginan itu akan mulur lagi, dan seterusnya, demikian sampai keinginan tidak dapat dicapai (mentok). Di sini, orang menjadi susah.
            
Seseorang merasa susah karena keinginannya tidak tercapai. Padahal, setiap keinginan tidak tercapai, ia akan mungkret (menyusut). Bila keinginan mungkret itu tidak tercapai, keinginan tadi akan mungkret lagi, dan seterusnya demikian sampai pada keinginan yang dapat dicapai. Di sini, orang menjadi senang atau bahagia.

Demikianlah sifat dari keinginan orang, kalau tercapai akan mulur dan mulur lagi sampai mentok pada keinginan yang tidak dapat dicapai yang membuat orang menjadi susah. Kemudian keinginannya mungkret dan mungkret lagi sampai mentok pada keinginan yang bisa dicapai yang membuat orang menjadi senang atau bahagia. Perjalanan hidup manusia sebentar bahagia dan sebentar susah.

MUNCUL KEINGINAN
            
Keinginan muncul atau lahir dalam usaha mencapai semat (kekayaan), drajat (kedudukan), dan kramat (kekuasaan). Bila keinginan-keinginan mencapai semat, drajat, kramat, salah satu atau dua di antaranya tercapai pasti keinginan itu akan mulur sampai mentok, kemudian akan mungkret lagi sampai mentok juga. Keinginan yang sifatnya mulur dan mungkret membuat orang sebentar bahagia dan sebentar susah.
            
Semua orang dalam menjalani hidup ini penuh diisi dengan keinginan-keinginan yang menyebabkan orang selalu mengalami sebentar bahagia dan sebentar susah. Jadi, semua orang, raja atau hamba, kaya atau miskin, orang baik-baik atau penjahat, orang pintar atau bodoh, wali atau bajingan, merasakan hal yang sama, yaitu sebentar bahagia dan sebentar susah.
            
Yang dirasakan sama di sini adalah rasa, tingkat (sejauh mana), dan lamanya bahagia dan susah. Sementara yang berbeda adalah apa yang membuat dia bahagia atau susah. (Bersambung)
Pangawikan Pribadi Selengkapnya

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram)


BEBAS DARI IRI DAN SOMBONG
            
Bila orang mengetahui bahwa rasa hidup semua orang sama, orang akan terbebas dari iri dan sombong (luwar saking nraka meri lan pambegan). Rasa iri dan sombong akan membuat orang berupaya keras, jumpalitan, lupa diri, dan tidak dapat mengontrol diri lagi sehingga menjadi orang celaka.
            
Iri mengandung perasaan kalah, sedangkan sombong mengandung rasa menang, pada sesamanya. Karena itu, orang bertingkah "tidak mau kalah" atau "mau selalu menang" terhadap orang lain. Untuk memenuhinya orang berusaha keras dan jumpalitan seperti itu.
            
Ketika orang tahu bahwa rasa orang hidup itu sama saja, ia akan merasa masuk surga tenteram (manjing swarga tentrem). Biarpun mencari semat, drajat, dan kramat, ia tetap akan tenteram karena tidak dilandasi rasa iri dan sombong terhadap sesamanya.

KEINGINAN ITU ABADI
            
Keinginan (karep) itu abadi (langgeng), artinya sejak dulu sudah ada, kini pun ada, kelak pun akan selalu ada. Keinginan itu barang asal yang tidak ada asalnya, tetapi justru berupa asal. Keinginan adalah asal dari hidup, benih hidup, yang menyebabkan hidup, dan oleh karenanya abadi.
Keinginan itu tempatnya di mana? Tak ada yang tahu atau tidak diketahui, sehingga apa yang diinginkan nanti, esok, dan seterusnya berada di awang-awang, baik sebelumnya maupun sesudahnya, berada di dalam keinginan itu sendiri.
Bila orang mengetahui bahwa keinginan itu abadi dan sifatnya mulur dan mungkret, ini membuat orang sebentar merasa bahagia dan sebentar kemudian merasa susah.
            
Dengan menyadari hal ini orang akan terbebas dari rasa sesal dan khawatir (luwar saking nraka getun lan sumelang).
            
Sesal ialah takut akan pengalaman yang telah dialami. Khawatir ialah takut akan pengalaman yang belum dialami. Orang yang mengalami hal ini menjadi orang yang celaka. Jika perasaan sesal dan khawatir ini tumbuh, sebaiknya segera dipupus dengan pemikiran bahwa "apa yang sudah terjadi dan yang akan terjadi isinya hanya membuat orang sebentar bahagia dan sebentar susah." Tiada lain.
            
Karena itu, jika orang tahu bahwa perjalanan hidup itu langgeng, kemarin-sekarang-besok sama saja, sebentar bahagia dan sebentar susah, dan ia akan masuk surga tabah (manjing swarga tatag), berani menghadapi segala hal.
            
Bila orang mengetahui bahwa hidup itu sebentar bahagia dan sebentar susah, dan bahwa rasa demikian itu abadi (langgeng), ia akan tahu bahwa dalam hidup ini tidak ada yang mengkhawatirkan dan tidak ada pula yang sangat menarik hati (menginake).

BAHAGIA ABADI

Keinginan (karep) kalau tercapai dirasa senang-bahagia, kemudian mulur. Kalau tidak tercapai, susah, kemudian mungkret. Jadi, keinginan apa pun boleh saja muncul, tidak ada yang mengkhawatirkan. Dengan demikian, seperti gembala melepas domba-dombanya, kita dapat melepas bebas keinginan kita.
Jadi, muncullah si pengamat/penggembala (kang nyawang = kang angon). Timbulnya dari rasa ada: "Aku". Si pengamat, "Aku", itu barang asal, asalnya dari rasa ada yang tidak dapat rusak (abadi). Barang asal itu tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain, tetapi malahan sebagai asal dari semua barang dan hal. la juga merupakan asal dari rasa aku senang dan aku susah.
Si pengamat ini pekerjaannya hanya mengamati (nyawang) keinginan (karep) yang senantiasa senang-bahagia. Mengamati diri sendiri senang, rasanya senang-bahagia; mengamati diri sendiri susah, tetap merasa senang-bahagia. Rasa yang muncul dari mengawasi keinginan sendiri itu, ialah "senang-bahagia abadi" (begja langgeng).

Pengalaman Ki Prawirawiwara
            
Pangawikan pribadi merupakan pengetahuan (ilmu) nyata. Nyata bagi diri saya sendiri. Bukan pengetahuan berdasar “kata orang”. Bukan pengetahuan yang dasarnya dari menduga-duga.
            
Pangawikan pribadi itu wataknya “wening” (jernih). Saya yang semula tidak dapat merasa (rumaos) kemudian menjadi dapat merasa, byar, terang benderang. Sekarang saya dapat melihat jernih diri sendiri, orang lain, dan juga barang ciptaan lain.
            
Sewaktu Pangawikan Pribadi saya belokkan menurut kemauan saya sendiri, yaitu menuruti keinginan (karep), watak wening seketika sirna dan berbalik, Saya yang semula dapat merasa (rumaos), kemudian menjadi tidak dapat merasa, pet, gelap gulita.
            
Sekarang, saya hanya dapat melihat samar-samar diri sendiri, orang lain, dan juga barang ciptaan lain. Semua menjadi kebolak – balik, kiri menjadi kanan, terang menjadi gelap, dan seterusnya.
            
Jikalau pangawikan pribadi dijalankan secara benar, ajek, dan lurus dalam rangka mengetahui diri sendiri dan juga mengetahui keinginan (karep), watak wening semakin jelas, membekas, sampai kandas dan akhirnya merasa (rumaos). Saya seperti dalam kondisi “nol”.
            
Dalam kondisi “nol”, saya juga merasa ikhlas (rila). Yang saya ikhlaskan diri saya sendiri. Saya sudah tidak tertarik lagi dengan keinginan-keinginan dan hanya mengikuti irama ombak kehidupan. Saya menjadi orang yang bebas merdeka.
            
Cinta kasih pribadi (sih pribadi), yaitu cinta kasih yang tumbuh dari rasa “wening” bersih jernih, tanpa hitung-hitungan, dan tanpa pertimbangan. Cinta kasih pribadi ini cinta kasih yang sejati. Jadi, cinta kasih yang berasal dari keinginan yang cocok dan selaras dengan cinta kasih pribadi, merupakan cinta kasih sejati. Kalau cinta kasih berasal dari adanya keinginan (pamrih) tertentu, dapat dipastikan bahwa cinta kasih itu hanya tipu-tipuan.
            
Cinta kasih pribadi ini wataknya sarwa raras  (serba selaras) dan serba senang. Saya yang semula tidak dapat merasa (rumaos) menjadi mudah merasa, sempurna, disertai rasa segar yang menyusup ke tulang sumsum dan seluruh badan. Dengan dasar wening yang sempurna, saya merasa serba senang, baik terhadap diri sendiri, sesama, dan ciptaan lain yang sarwa raras, yang berada di atas bumi dan di bawah langit yang sarwa raras, dan di tempat-tempat yang penuh sarwa raras dan serba senang.
            
Akhirnya, saya merasa sama saja dengan orang lain. Apa yang saya tuturkan di sini sejatinya sama dengan apa yang ingin dituturkan orang lain. Salam SOBAT !


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga