Langsung ke konten utama

PRASETYA

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamualaikum Wr. Wb. Dan semangat Pagi Sobat Professional Indonesia, lamaaa - menggunakan “a” yang lebih dari satu dan ditambah – sekali menunjukkan ketidakproduktifan saya dalam berpikir dan berasa serta menuangkannya dalam tulisan. Beberapa kali sebelum malam ini, saya coba menuangkannya, namun GAGAL. Hmmm...gagal itulebih kepada kepantasan saya yang jauh dari cukup untuk menuliskannya. Banyak kejadian di beberapa waktu yang lalu membutuhkan “banyak” perbaikan dari “sistem” pengelolaan yang telah saya dan tim miliki. Berbagai upaya penyempurnaan selalu terdapat “lubang” yang dapat berakibat FATAL terhadap hasil yang kami produksi.


Terkait dengan hal ini, sabtu pagi jam 9 pagi, saya tergerak untuk menghadiri undangan dari sahabat-sahabat seprofesi saya. Saya merasa diingatkan kembali akan tugas-tugas saya yang sangat “bahaya” jika tidak dilakukan dengan penuh kecermatan. Bukannya saya meninggi-ninggikan atau mementing-pentingkan dari tugas saya dan tim, yaaa..memang begitu adanya. Pertanggungjawabannya tidak hanya kepada dunia, atau customer pengguna jasa kami, namun juga akhirat, yang bagian ini saya dan tim takutkan. Customer mengingatkan dengan komplain, tandanya mereka sayang, makin marah mereka (customer) rasa sayang dan cinta mereka semakin besar. Nah..bagi yang merasa disayang yaaa...baiknya melakukan perbaikan diri. Memamng proses perbaikan yang akan dilakukan menggunakan perencanaan-perencanaan. Lha..! pakai perencanaan saja masih ada saja “lubang” kesalahan terjadi...berkuaaaliii...kualii..., yaa itu juga seiring dengan perbaikan-perbaikan di internal kami. Karena saya dan tim itu TAKUT. Bukan takut dimarahin atau dikomplain. Namun TAKUT lebih kepada hasil yang kami buat salah, lha pasti nasib orang pun jadi taruhannya. Bagian ini yang sangat MENAKUTKAN !

Ini yang disebut dengan “Perjalanan”, dalam kondisi takut yang luar biasa dalam sebuah perjalanan yang tidak berujung arahnya, namun arahnya yang jelas membuat kesadaran dan rasa yang dimiliki dalam kondisi terjaga  (sadar) dalam mencapai tujuan tersebut. Hanya itu pegangan yang saya dan tim miliki untuk membangun pikiran dan sikap serta perilaku sebagai seorang profesional atau KSATRIA!...hihihihi, kata Ksatria dan profesional ini saya dapatkan dari diskusi “spiritual” dengan guru-guru saya. Senang rasanya bertemu dengan banyak orang, apalagi mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, tekun dan serius menjalani aktifitasnya dan mereka itu orang-orang yang “mencerahkan” bagi saya. Dan merekalah Guru-Guru kehidupan saya. Kembali kepada terminologi Ksatria dan professional, ternyata dua kata ini memiliki makna yang serupa. Kedua-duanya menggambarkan orang-orang yang ahli dibidangnya, ketika mereka menerima tugas, pantang bagi mereka untuk mangkir atau tidak menyelesaikan tugasnya tersebut! Ketika mereka sudah menerima tugas tersebut, artinya mereka tahu akan “kebaikan” tugas tersebut. Tidak ada keraguan untuk menjalani dan menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Tahu betul, sesulit apapun tugasnya, bahkan harus meregang nyawa dalam menjalankan tugasnya, dirinya berpegang teguh untuk menyelesaikannya!

Saya seperti “terbentur dan tersungkur” bahwa bangsa Indonesia ini memiliki terminologi yang sangat luhur menggambarkan professional (bahasa Inggris) dengan KSATRIA! Ketika saya menemukan makna kata “KSATRIA”  ini, saya menjadi paham akan cara berpikir dan sikap perilaku apa yang harus saya kerjakan. Dan hal ini membuat dagu saya terangkat dan dengan bahu yang tegap serta dada yang membusung disertai langkah-langkah pasti menyambut masalah-masalah yang ada dan menuntaskannya dengan niat yang luhur dan bertujuankebaikan untuk bersama. Bersamaan dengan ini pula, saya menemukan kata luhur dan bijak dari bangsa besar NUSANTARA ini terkait dengan komitmen (bahasa serapan dari bahasa asing) dan dulunya sering saya tanyakan kepada sahabat-sahabat saya, karena komitmen adalah bahasa serapan maka bangsa ini tidak memiliki bahasa asli komitmen sehingga tidak memiliki budaya komitmen. Memang manusia apalagi saya adalah sumber dari banyak kesalahan. Dengan “perjalanan” beberapa waktu yang lalu, bahwa kata komitmen dalam bahasa Nusantara adalah PRASETYA!

Inilah dua paduan bahasa yang notabene adalah Budaya, dimana Ksatria sangat berpegang teguh akan Prasetya dalam menjalankan tugas-tugasnya hingga tuntas. Tokoh – tokoh lalu Nusantara telah memberikan keteladanan, seperti sang Patih Gajah Mada dengan komitmennya (eh..Prasetya) untuk menyatukan Nusantara dengan “sumpah palapa”. Kemudian Ki Hajar Dewantara dengan Jiwa ksatria menjalankan profesi pendidiknya walaupun kondisi pada saat itu kesempatan atau membuat sekolah itu akan mendapatkan banyak tekanan dari Belanda dan bangsa sendiri (raja-raja, bangsawan dan tuan tanah), namun betapa bahayanya dan tidakmungkinnya, Ki Hajar Dewantara tetap berpegang pada Prasetya untuk mencerdaskan bangsa ini. Hingga saat ini, sahabat-sahabat muda yang memiliki banyak prestasi baik akademis ataupun yang non akademis, mereka berani memilih dan Prasetya serta menjalankannya layaknya seorang KSATRIA!

Prasetya pada nilai-nilai luhur,..bukan pada bangsanya saja, namun pada kemanusiaan yang dimiliki. Memanusiakan diri kita sendiri, istilahnya yang saya biasa dengan meng-ewongke. Apa itu "ngewongke"? dalam makna luas mungkin butuh satu jilid khusus hanya untuk sekedar memaparkan kata ini. Kali ini kita batasi dulu. Contoh ngewongke itu stiker yang Aa Gym buat di pintu kamar mandi masjid Daarut Tauhid, disitu tertulis dengan simple dan rapih tapi cantik : TSP : Tahan buang sampah sembarangan, simpan sampah pada tempatnya & pungut sampah insyaallah sedekah. Bandingkan kalimat-kalimat di atas dengan kalimat ini : DILARANG KERAS mempergunakan masjid untuk hal-hal yang tidak-tidak. Kalimat pertama menunjukkan bukan hanya satu kesantunan kalimat, tetapi juga ruh kalimat dimana si pembuat kalimat "ngewongke" orang yang diajaknya itu berperadaban tinggi, berakhlak positif dan pantas disayangi. Bandingkan dengan kalimat kedua, seolah orang-orang disekelilingnya yang menjadi obyek tulisan itu adalah dia : berperadaban rendah, berakhlak yang tidak-tidak dan bukan saudara sendiri. Bukan hanya pakai kata DILARANG, tetapi juga KERAS bayangkan. Betapa kalimat pertama di-ruh-i dengan kepercayaan yang begitu tinggi bahwa yang membaca akan mengerti dengan cepat dan tepat, sedangkan kalimat kedua di-ruh-i kecurigaan bahwa ada peluang besar ia akan dilanggar mentah-mentah. Itulah ngewongke salah satu bentuknya. Ngewongke itu lebih tinggi derajatnya dari "open". Anda tahu "open"? Open saja sudah demikian tinggi kemuliaannya, lah ini kok di atasnya lagi.
Waktu adalah hadiah..., yang namanya hadiah itu akan diberikan jika ada hari-hari spesial atau untuk orang-orang yang spesial. Jadi belum tentu akan diberikan lagi..., awal kata dalam tulisan ini sudah menjadi sejarah, saat ini saya sedang menulis kalimat ini saja, akan menjadi sejarah. Begitu cepatnya waktu berganti. Seberapa spesialnya diri ini menyikapi hadiah waktu yang telah diberikan. Jadikanlah jalan hidup KSATRIA bukanlah pilihan, namun keharusan! Prasetya terhadap kemanusiaan yang dimiliki, didalam manusia Ruh ketuhanan bersemayam dalam nurani, Ia yang maha penyanyang, sifat penyanyang pun ada dalam diri manusia. Ia yang maha pengasih, hal pengasih pun ada dalam diri manusia. Ketika Prasetya terhadap kemanusiaan yang dimiliki, artinya telah meng-ewongke diri sendiri dan otomatis akan meng-ewongke orang lain dan lingkungan.


Tetap Berbagi dan Berkarya untuk Indonesia lebih BAIK...Salam SOBAT ! Wicaksana @2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rubah dan Kambing

Suatu hari seekor Rubah sedang berjalan di tengah hutan..  Disitu ada sebuah sumur tua yang airnya jernih sehingga dia bisa bercermin..  Karena asyik bercermin, tanpa sengaja dia tercebur dan tidak bisa keluar..  Beberapa saat kemudian ada seekor Kambing datang ke sumur itu..... Kambing itu bertanya,  "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang menikmati Air termanis yang pernah kuminum" jawab Rubah...  Kambing pun berkata, "Alangkah senangnya bila aku juga bisa menikmatinya"  Rubah pun berkata, "Kenapa kamu tidak bergabung bersama ku?"  Tanpa Pikir Panjang, Kambing itu masuk ke dalam sumur dan Rubah segera Melompat dengan memanjat punggung Kambing lalu meninggalkannya... Kini giliran Kambing yang tidak bisa keluar dari sumur.. Kambing pun merasa ditipu dan dimanfaatkan oleh Rubah...... (Catatan) : Sikap Terburu-buru tanpa Pikir Panjang selalu membuat kita Melakukan Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.. Apalagi jika kita Mudah tergi

Pangawikan Pribadi (Pengenalan Diri)

"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram) Dunia berputar dengan perubahan yang cepat luar biasa. Perubahan terutama menyangkut aspek perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Pikiran manusia merupakan asal dari segala perubahan.              Bila pikiran kita jernih, keheningan jiwa dapat dirasakan, dan perilaku menjadi tenang, mendatangkan ketenangan dalam kehidupan di sekeliling kita. Sebaliknya, bila pikiran berantakan, perasaan atau jiwa kita terasa kacau, dan perilaku kita juga mengacaukan kehidupan di sekeliling kita.              Dari mana datangnya kejernihan pikiran? Ini merupakan inti persoalan hidup kita jika kita ingin merasakan kebahagiaan sejati dalam meng-arungi hidup dalam keadaan seperti apa pun. Sebagian dari kita tidak memedulikan hal ini, dan menjalani hidup secara serampangan mengikuti arus kehidupan materi yang adanya di luar diri

MORAL DI BALIK KISAH WAYANG

Kisah wayang adalah kisah tentang wayang, kisah tentang tokoh-tokoh yang barangkali sebetulnya tidak pernah ada di dunia ini. Besar kemungkinan, tokoh-tokoh ini diciptakan oleh pengarangnya, sebagai simbol gejala gejala yang dianggapnya hadir di dunia. Harus diingat bahwa kisah wayang berasal dari India, sebuah negara dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan negara atau bangsa lain. Banyak orang di India yang percaya adanya para dewa. Karena itu, tidak mustahil bahwa salah satu tokoh wayang, adalah simbol dari dewa tertentu. Juga ada kemungkinan bahwa salah satu tokoh, adalah simbol dari nafsu tertentu, atau bahkan simbol dari ilmu tertentu. Dugaan bahwa tokoh-tokoh wayang hanya merupakan simbol-simbol tertentu, menyebabkan kisah wayang harus diitrepretasikan secara sangat berhati-hati. Kita harus menyadari bahwa di balik kisah wayang, ada ajaran-ajaran tertentu yang diberikan secara tersamar. Untuk menangkap ajaran tersamar itu, ada baiknya kita mulai denga